Pergeseran Paradigma Pendidikan: Dari Pedagogy, Andragogy, ke Heutagogy dan Relevansinya

Dunia pendidikan mengalami perubahan signifikan seiring perkembangan teknologi, globalisasi, dan perubahan kebutuhan masyarakat. Di era Revolusi Industri 4.0, pembelajaran tidak lagi sekadar menyerap informasi tetapi juga mengasah kemampuan berpikir kritis, berinovasi, dan beradaptasi dengan situasi yang kompleks. Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) yang mengemban misi mencetak generasi Muslim berkarakter unggul harus turut menyesuaikan pendekatan pembelajarannya. Di sinilah konsep pedagogy, andragogy, dan heutagogy menjadi relevan, tidak hanya sebagai teori tetapi juga praktik yang mendukung pembelajaran yang efektif.

Memahami Paradigma Pendidikan: Dari Pedagogy ke Heutagogy

  1. Pedagogy: Pendidikan Berbasis Guru
    Pedagogy adalah pendekatan pendidikan tradisional yang berfokus pada guru sebagai pusat pembelajaran. Guru atau dosen menyampaikan materi, sementara mahasiswa cenderung pasif sebagai penerima informasi. Pendekatan ini efektif untuk pembelajaran konsep-konsep dasar atau pengenalan awal, seperti pembelajaran aqidah, tafsir, atau ilmu dasar manajemen pendidikan Islam. Namun, kelemahan pedagogy adalah kurangnya ruang bagi mahasiswa untuk mengembangkan kreativitas, berpikir kritis, atau menerapkan ilmu dalam konteks nyata. Di PTKI, penggunaan pedagogy harus disesuaikan agar tidak membatasi potensi mahasiswa untuk berkembang lebih jauh.

  2. Andragogy: Belajar yang Berorientasi pada Orang Dewasa
    Malcolm Knowles memperkenalkan konsep andragogy sebagai seni dan ilmu mengajar orang dewasa. Andragogy menekankan pengalaman belajar yang relevan dengan kebutuhan mahasiswa, memungkinkan mereka untuk menjadi pembelajar aktif. Dalam konteks PTKI misalkan pada Program Studi Manajemen Pendidikan Islam (MPI), metode ini bisa diterapkan pada beberapa matakuliah, salahsatunya mata kuliah Manajemen Pemasaran Pendidikan, di mana mahasiswa bisa belajar melalui studi kasus nyata, diskusi kelompok, atau proyek berbasis masalah. Mahasiswa tidak hanya menerima informasi tetapi juga dilibatkan dalam proses analisis dan pengambilan keputusan.

  3. Heutagogy: Belajar Mandiri dan Berbasis Kemandirian
    Heutagogy adalah pendekatan pembelajaran yang menempatkan mahasiswa sebagai aktor utama dalam menentukan apa dan bagaimana mereka belajar. Pendekatan ini memanfaatkan teknologi, akses informasi, dan motivasi intrinsik untuk menciptakan pengalaman belajar yang mandiri dan personal. Di PTKI, penerapan heutagogy bisa dilihat melalui tugas yang mendorong kemandirian, seperti penelitian individu, pengembangan startup berbasis nilai Islam, atau menciptakan produk pendidikan berbasis syariah. Mahasiswa Islamic Education Management (MPI), misalnya, dapat ditugaskan untuk mengembangkan model manajemen pesantren berbasis teknologi secara mandiri.

Mengintegrasikan Ketiga Paradigma di Perguruan Tinggi Islam
Pergeseran dari pedagogy ke heutagogy bukan berarti meninggalkan satu pendekatan untuk mengadopsi yang lain. Sebaliknya, ketiga pendekatan ini harus diterapkan secara sinergis sesuai dengan kebutuhan dan konteks pembelajaran.

  • Pedagogy untuk Fondasi Keilmuan
    Mata kuliah dasar seperti tafsir, fiqh, atau bahasa Arab memerlukan pendekatan pedagogy untuk memberikan pemahaman yang sistematis dan terstruktur. Ceramah, hafalan, dan latihan soal masih menjadi metode yang relevan untuk tahap ini.

  • Andragogy untuk Keterampilan Praktis
    Pada tingkat lanjutan, mahasiswa PTKI bisa diarahkan menggunakan andragogy, terutama untuk mata kuliah seperti Manajemen Pendidikan Islam atau Kepemimpinan Pendidikan Islam. Mahasiswa bisa belajar melalui simulasi, studi kasus, atau magang di lembaga pendidikan Islam, sehingga pembelajaran lebih aplikatif dan kontekstual.

  • Heutagogy untuk Kemandirian dan Inovasi
    Dalam tugas akhir atau proyek penelitian, heutagogy menjadi pendekatan utama. Mahasiswa didorong untuk merancang dan menyelesaikan proyek berdasarkan minat dan keahlian mereka. Sebagai contoh, mahasiswa MPI dapat membuat sistem informasi manajemen sekolah berbasis syariah, yang tidak hanya inovatif tetapi juga relevan dengan kebutuhan masyarakat Muslim.

Keunggulan Pergeseran Paradigma untuk PTKI

  1. Meningkatkan Kompetensi Mahasiswa
    Kombinasi tiga paradigma ini membantu mahasiswa mengembangkan hard skills dan soft skills, seperti komunikasi, kepemimpinan, berpikir kritis, dan kemampuan memecahkan masalah.

  2. Mendorong Kemandirian
    Pendekatan heutagogy menyiapkan mahasiswa untuk belajar sepanjang hayat (lifelong learning) yang sangat penting di era globalisasi. Mahasiswa yang terbiasa dengan pembelajaran mandiri akan lebih siap menghadapi dunia kerja dan tantangan masa depan.

  3. Relevansi dengan Nilai Islam
    PTKI dapat mengintegrasikan nilai-nilai Islam dengan pendekatan modern. Sebagai contoh, pembelajaran berbasis proyek bisa diarahkan untuk menyelesaikan isu-isu pendidikan Islam, seperti pengembangan kurikulum berbasis akhlak atau manajemen masjid yang profesional.

  4. Mencetak Lulusan Berdaya Saing
    Perguruan Tinggi Keagamaan Islam tidak hanya menghasilkan lulusan yang cerdas secara intelektual tetapi juga inovatif, adaptif, dan berakhlak mulia. Hal ini sesuai dengan visi PTKI untuk menjadi pusat pendidikan yang unggul dalam membangun peradaban Islam yang modern.

Tantangan dalam Implementasi
Penerapan paradigma andragogy dan heutagogy di PTKI tidak tanpa tantangan. Beberapa kendala yang mungkin dihadapi meliputi:

  • Kurangnya Sumber Daya: Perlu pelatihan bagi dosen untuk memahami dan menerapkan pendekatan baru.
  • Resistensi terhadap Perubahan: Baik dosen maupun mahasiswa mungkin merasa nyaman dengan metode tradisional dan enggan mencoba hal baru.
  • Infrastruktur Teknologi: Untuk mendukung heutagogy, diperlukan akses teknologi yang memadai, seperti internet dan platform pembelajaran daring.

Penutup: Membangun Masa Depan Pendidikan Islam

Perguruan Tinggi Islam memiliki peran strategis dalam mencetak generasi Muslim yang mampu menjawab tantangan zaman. Dengan mengintegrasikan pedagogy, andragogy, dan heutagogy, PTKI dapat menciptakan pembelajaran yang tidak hanya relevan secara akademis tetapi juga membentuk karakter mahasiswa sebagai pemimpin masa depan.
Pergeseran paradigma ini bukan hanya tuntutan zaman tetapi juga sebuah peluang untuk menjadikan pendidikan Islam lebih bermakna, inovatif, dan berkontribusi pada peradaban global. Dengan langkah yang tepat, PTKI akan menjadi mercusuar yang menerangi jalan generasi Muslim menuju kejayaan dunia dan akhirat.

Oleh: Muwafiqus Shobri (Dosen & Kaprodi Manajemen Pendidikan Islam STAI Hasan Jufri Bawean)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *